Arsip untuk September, 2010

seorang vatikan menjadi muslim

Hidayah bisa menghampiri siapa
saja. Bila Allah SWT telah
berkehendak maka seorang
pendeta pun bisa berpaling
menjadi Muslim yang taat.
Mungkin itulah kisah yang
dihadapi Kenneth L Jenkins
dalam hidupnya.
Dilahirkan dan dibesarkan
dilingkungan yang tergolong
agamis, Jenkis adalah seorang
pemeluk Kristen Pantekosta di
Amerika Serikat. Dia lebih banyak
diasuh oleh kakeknya karena
ibunya sebagai orang tua
tunggal. Pantas bila dia terbilang
jamaat yang taat mengingat
kakeknya sudah mengajarinya
tentang kehidupan gereja sejak
kecil. Dan tak heran pula bila di
usia enam tahun, dia sudah
mengetahui
banyak ajaran dalam Injil.
Setiap hari Minggu, Jenkins
menuturkan, seluruh anggota
keluarganya selalu pergi ke
gereja. Saat seperti itu,
ungkapnya, menjadi momen bagi
dirinya beserta kedua
saudaranya untuk mengenakan
pakaian terbaik mereka. Setelah
lulus SMA dan masuk universitas,
Jenkins memutuskan untuk lebih
aktif dalam kegiatan keagamaan.
Ia datang ke gereja setiap saat,
mempelajari kitab Injil setiap
hari, dan menghadiri kuliah yang
diberikan oleh para pemuka
agama Kristen.
Hal ini membuatnya amat
menonjol di kalangan para
jemaat. Pada usia 20 tahun,
gereja memintanya untuk
bergabung. Sejak itulah Jenkins
mulai memberikan khutbah
kepada para jemaat yang lain.
Setelah menamatkan
pendidikannya di jenjang
universitas, Jenkins memutuskan
untuk bekerja secara penuh di
gereja sebagai pendakwah.
Sasaran utamanya komunitas
warga kulit hitam Amerika.
Ketika melakukan interaksi
dengan komunitas inilah ia
menemukan kenyataan bahwa
banyak di antara para pemuka
gereja yang menggunakan Injil
untuk kepentingan politis, yakni
untuk mendukung posisi mereka
pada isu-isu tertentu. Kemudian,
Jenkins memutuskan untuk
pindah ke Texas. Di kota ini ia
sempat bergabung dengan dua
gereja Pantekosta yang berbeda.
Namun, lagi-lagi ia mendapatkan
kenyataan bahwa para pendeta
di kedua gereja ini melakukan
tindakan-tindakan yang
menyalahi norma aturan yang
telah ditetapkan oleh organisasi
gereja.
Ia mendapatkan fakta di
lapangan bahwa sejumlah
pemimpin gereja melakukan
perbuatan menyimpang tanpa
tersentuh oleh hukum.
Mendapati kenyataan seperti ini,
dalam diri Jenkins mulai timbul
berbagai pertanyaan atas
keyakinan yang ia anut. ”Saat itu
saya mulai berpikir untuk
mencari sebuah perubahan,”
ujarnya.
Perubahan yang diinginkan
Jenkins datang ketika ia
mendapatkan sebuah tawaran
pekerjaan di Arab Saudi.
Setibanya di Arab Saudi, ia
menemukan perbedaan yang
mencolok dalam gaya hidup
orang-orang Muslim di negara
Timur Tengah tersebut. Dari sana
kemudian timbul keinginan
dalam diri pendeta ini untuk
mempelajari lebih jauh agama
yang dianut oleh masyarakat
Muslim di Arab Saudi.
Perlahan, dia mulai mengagumi
kehidupan Nabi Muhammad SAW
sebagai Rasul yang diutus untuk
membawa Islam. Dan dia pun
ingin tahu lebih banyak lagi
mengenainya. Untuk menjawab
rasa ingin tahunya itu, Jenkins
pun memutuskan untuk
meminjam buku-buku mengenai
Islam melalui salah seorang
kerabatnya yang ia ketahui
sangat dekat dengan komunitas
Muslim. Buku-buku tersebut ia
baca satu per satu. Dan, di antara
buku-buku yang ia pinjam
tersebut terdapat terjemahan
Alquran. Ia menamatkan bacaan
terjemahan Alquran ini dalam
waktu empat bulan.
Berbagai pertanyaan seputar
Islam yang ia lontarkan kepada
teman-teman Muslimnya
mendapatkan jawaban yang
sangat memuaskan. Jika teman
Muslimnya ini tidak bisa
memberikan jawaban yang
memadai, mereka akan
menanyakan hal tersebut kepada
seseorang yang lebih paham.
Dan pada hari berikutnya, baru
jawaban dari orang tersebut
disampaikan kepadanya.
Rasa persaudaraan dan sikap
rendah hati yang ditunjukkan
oleh para teman Muslimnya ini,
diakui Jenkins, membuatnya
tertarik untuk mempelajari Islam
lebih dalam. Rasa kekaguman
Jenkins juga ditujukan kepada
kaum Muslimah yang ia jumpai
selama bermukim di Arab Saudi.
Agama Islam yang baru dikenal
olehnya, menurut Jenkins, juga
tidak mengenal adanya
perbedaan status sosial. Semua
hal yang ia saksikan selama
tinggal di Arab Saudi menurutnya
merupakan sesuatu yang indah.
Kendati demikian, diakui Jenkins,
saat itu dalam dirinya masih
terdapat keragu-raguan antara
Islam dengan keyakinan yang
sudah dianutnya sejak masa
kanak-kanak. Namun, semua
keraguan tersebut terjawab
manakala salah seorang teman
Muslimnya memberikan dia
sebuah kaset video yang berisi
perdebatan antara Syekh Ahmed
Deedat dan Pendeta Jimmy
Swaggart. Setelah menonton
perdebatan tersebut, Pendeta
Gereja Pantekosta ini kemudian
memutuskan untuk menjadi
seorang Muslim. Kemudian oleh
salah seorang kawan, Jenkins
diajak menemui seorang ulama
setempat, Syekh Abdullah bin
Abdulaziz bin Baz. Di hadapan
sang ulama, Jenkins pun secara
resmi menerima Islam sebagai
keyakinan barunya.
Tak butuh waktu lama, kabar
mengenai masuk Islamnya
Jenkins, telah sampai ke telinga
para rekan-rekannya sesama
pendeta dan aktivis gereja.
Karena itu, setibanya di Amerika
Serikat, berbagai hujatan dan
kritikan bertubi-tubi datang
kepadanya. Tak hanya itu,
Jenkins juga dicap dengan
berbagai label, mulai dari orang
murtad hingga tercela. Ia juga
dikucilkan dari lingkungan
tempat tinggalnya.
Namun, semua itu tidak
membuatnya gentar dan
berpaling dari Islam. ”Islam
membuat saya seperti terlahir
kembali, dari kegelapan menjadi
terang. Saya tidak merasa terusik
dengan semua itu, karena saya
merasa sangat bahagia bahwa
Allah Mahakuasa yang telah
memberi kan saya petunjuk,”
tuturnya.
Ingin Jadi Pendakwah
Dalam sebuah wawancara
dengan surat kabar Al-Madinah,
Jenkins mengungkapkan
keinginannya untuk menjadi
seorang pendakwah. Dia tak
akan menghentikan aktivitasnya
sebagai seorang juru dakwah,
sebagaimana yang pernah ia
lakukan saat masih memeluk
Kristen Pantekosta. ”Saat ini,
tujuan saya adalah belajar
bahasa Arab dan terus belajar
untuk mendapatkan
pengetahuan lebih dalam
tentang Islam, selain itu saya
sekarang bergerak di bidang
dakwah, terutama kepada non-
Muslim,” ujarnya.
Mantan pendeta ini juga
berharap bisa membuat sebuah
karya tulis mengenai
perbandingan agama. Karena,
menurutnya, adalah tugas umat
Islam di seluruh dunia untuk
menyebarkan ajaran Islam.
”Sebagai orang yang telah
menghabiskan waktu yang lama
sebagai penginjil, saya merasa
memiliki kewajiban untuk
mendidik masyarakat tentang
kesalahan dan kontradiksi dari
kisah-kisah di dalam Kitab Injil
yang selama ini diyakini oleh
jutaan orang,” ungkapnya.
A

magna waktu

Waktu ,mengubah semua hal,
kecuali kita. Kita mungkin
menua dengan berjalanannya
waktu, tetapi belum tentu
membijak. Kita-lah yang harus
mengubah diri kita sendiri
Semua waktu adalah waktu
yang tepat untuk melakukan
sesuatu yang baik. Jangan
menjadi orang tua yang masih
melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan saat
muda.
Tidak ada harga atas waktu,
tapi waktu sangat berharga.
Memilik waktu tidak
menjadikan kita kaya, tetapi
menggunakannya dengan baik
adalah sumber dari semua
kekayaan